Oleh : Yunal Isra
Pada malam bulan Ramadhan, di beberapa masjid atau mushalla ada yang langsung melaksanakan salat Witir setelah Tarawih. Bagi jamaah yang tidak akan menambah salat sunah setelah itu, mungkin saja tidak akan menyimpan persoalan apapun dalam pikirannya. Namun bagi mereka yang berencana untuk bangun di tengah malam dan menambah salat Tarawih ataupun salat sunat lainnya seringkali bertanya-tanya, apakah masih boleh melaksanakan salat sunah lain setelah salat Witir, mengingat, kata mereka, ada hadis yang menyebutkan bahwa salat Witir merupakan akhir dari salat malam yang dilakukan. Artinya tidak ada lagi salat sunah setelah melakukan salat Witir.
Memang benar, ada sebuah riwayat sahih yang bersumber dari Saydina Abdullah Ibn Umar, di mana ia menceritakan bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Akhirilah salat malam kalian dengan Witir!”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka. Selain itu, hadis lain dengan kualitas Hasan juga menyebutkan, “Tidak ada dua Witir dalam satu malam”, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i yang bersumber dari Thalq ibn Ali. Secara tekstual ke dua hadis di atas menegaskan bahwa Witir adalah akhir dari salat malam dan seseorang tidak diperkenankan untuk melakukannya sebanyak dua kali dalam satu malam.
Namun kalau ditelisik lebih dalam, ternyata ditemukan sementara ulama, khususnya dalam Mazhab al-Syafi’i, yang memberikan pandangan berbeda terkait kedua hadis di atas. Di antaranya adalah :
Pertama, pendapat Imam al-Haramain, sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab beliau, menyebutkan bahwa orang yang sudah terlanjur melaksanakan salat Witir sebelum tidur, ia masih diperbolehkan melaksanakan salat sunah setelah itu dengan cara melakukan salat sunat sebanyak satu rakaat terlebih dahulu untuk membatalkan salat Witir yang sudah dikerjakan sebelumnya, kemudian baru melanjutkan salatnya dengan salat sunah lain yang ia kehendaki. Kemudian baru setelah selesai semua, ia mengakhirinya dengan salat Witir kembali. Hal ini, menurut Imam al-Haramain, untuk mengamalkan hadis ketidakbolehan melakukan salat Witir sebanyak dua kali dalam satu malam.
Kedua, menurut pendapat yang masyhur, termasuk Imam al-Nawawi, menyebutkan bahwa boleh saja bagi seseorang yang sudah terlanjur salat Witir sebelum tidur untuk menambahnya dengan salat sunah lain yang ia kehendaki tanpa harus membatalkan salat Witir yang sudah ia kerjakan sebelumnya. Kemudian setelah selesai, ia tidak dianjurkan lagi untuk menutupnya dengan salat Witir karena mengamalkan hadis yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini berdasarkan pemahaman bahwa hadis yang menyebutkan, “akhirilah salat malam kalian dengan salat Witir!” hanyalah anjuran kesunahan saja, tidak berkonotasi wajib sebagaimana yang dipahami oleh sebagian kalangan.
Ketiga, pendapat yang ideal. Seyogyanya bagi seseorang yang akan menambah salat sunahnya di malam hari, mengakhirkan pelaksanaan salat Witir-nya. Artinya setelah salat Isya (jika di luar bulan Ramadhan) atau Tarawih (jika di bulan Ramadhan), seseorang tidak dianjurkan untuk mengakhirinya secara langsung dengan salat Witir dengan catatan orang tersebut yakin akan bangun di tengah malam serta bisa melaksanakannya sebagaimana yang disampaikan oleh Imam al-Nawawi. Namun jika ia khawatir akan ketiduran, maka ia dianjurkan untuk melaksanakannya sebelum tidur, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Imam al-Haramain dan Imam al-Ghazali.
Pendapat ini juga didukung oleh hadis sahih riwayat Imam al-Bukhari yang bersumber dari Jabir, di mana ia berkata bahwa Nabi Saw bersabda :
“مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لاَ يَسْتَيْقِظُ مِنْ آخِرَ اللَّيْل، فَلْيُوتِرْ مِنْ أوَّلِ اللَّيْلِ، وَمَنْ طَمِعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَيقِظَ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فَإِنَّ صَلاةَ آخِرِ اللَّيلِ مَشْهُودَةٌ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ”.
Artinya : “Barangsiapa yang khawatir tidak bisa bangun di tengah malam, maka hendaklah ia salat Witir di awal malam. Dan bagi yang optimis bisa bangun di tengah malam, maka hendaklah ia Witir di akhir malam, karena salat di akhir malam itu disaksikan (oleh para malaikat rahmah) dan itu adalah pelaksanaan salat yang terbaik”.
Dengan demikian, pelaksanaan salat Witir ini sebenarnya sangat longgar dan mempunyai waktu yang sangat lapang tergantung kemampuan orang yang akan mengerjakannya. Imam Syafi’i dalam al-Um-nya pernah menyebutkan riwayat tentang kebiasaan Saydina Abu Bakr yang melaksanakan salat Witir sebelum tidur. Sementara itu Saydina Umar memilih untuk Witir di tengah malam. Ketika kedua cara tersebut disampaikan kepada Rasul, beliau pun mengapresiasi dua-duaanya dengan mengatakan, “Abu Bakr lebih hati-hati, sementara Umar lebih optimis.”. Riwayat ini dikutip juga oleh Abu Daud dalam Sunan-nya dan al-Hakim dalam Mustadrak-nya. Ia mengatakan bahwa riwayat tersebut sahih berdasarkan syarat-syarat sahih Imam Muslim. Allahu A’lam