Islam dan umat Islam saat ini menghadapi paling tidak dua tantangan ; pertama : kecenderungan sebagian kalangan umat Islam untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam memahami hukum-hukum agama dan mencoba memaksakan cara tersebut di tengah masyarakat Muslim, bahkan dalam beberapa hal dengan menggunakan kekerasan. Kedua : kecenderungan lain yang juga ekstrim dengan bersikap longgar dalam beragama dan tunduk pada perilaku serta pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain.
Kecenderungan pertama boleh jadi lahir karena melihat kenyataan Islam dan umat Islam saat ini yang berada dalam kemunduran dan keterbelakangan di segala bidang. Karena itu, untuk meraih kebangkitan dan kejayaan seperti yang pernah dicapai generasi terdahulu dapat dilakukan dengan cara kembali kepada tradisi generasi terdahulu (al-salaf al-shâlih).
Dalam upayanya itu mereka mengutip teks-teks keagamaan (Al-Qur`an dan hadis) dan karya-karya ulama klasik (turâts) sebagai landasan dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya secara tekstual dan terlepas dari konteks kesejarahan. Sehingga tak ayal mereka tampak seperti “generasi yang terlambat lahir”, sebab hidup di tengah masyarakat modern dengan cara berpikir generasi terdahulu. Mereka tidak sadar bahwa zaman selalu berkembang dan telah berubah. Islam pun tampak sebagai ajaran yang ekslusif, jumud dan tidak bisa sejalan dengan modernitas.
Di sisi lain, semangat untuk mengedepankan Islam sebagai agama yang selalu sejalan dengan perkembangan ruang dan waktu telah mendorong sejumlah kalangan untuk mengimpor berbagai pandangan dan pemikiran dari budaya dan peradaban asing yang saat ini didominasi oleh pandangan materialistik. Bahkan, tidak jarang dilakukan dengan mengorbankan teks-teks keagamaan melalui penafsiran kontekstual.
Kedua sikap di atas tidak menguntungkan Islam dan umat Islam. Kecenderungan pertama telah memberikan citra negatif kepada Islam dan umat Islam sebagai agama dan komunitas masyarakat yang eksklusif dan mengajarkan kekerasan dalam dakwahnya. Sementara kecenderungan kedua telah mengakibatkan Islam kehilangan jati dirinya karena lebur dan larut dalam budaya dan peradaban lain.
Yang pertama terlalu ketat bahkan cenderung menutup diri dalam sikap keberagamaan, dan yang kedua terlalu longgar dan terbuka sehingga mengaburkan esensi ajaran agama itu sendiri. Kedua sikap ini tentu bertentangan dengan karakteristik umat Islam yang dalam QS. Al-Baqarah : 143 disebut sebagai ummatan wasathan dengan pengertian tengahan, moderat, adil dan terbaik. Sifat wasath ini diperoleh karena ajaran yang dianutnya bercirikan wasathiyyah.
Karakter dasar ajaran Islam yang moderat saat ini tertutupi oleh ulah sebagian kalangan umatnya yang bersikap radikal di satu sisi dan liberal di sisi lain. Kedua sisi ini tentu berjauhan dengan titik tengah (wasath). Mungkin ada benarnya ungkapan sementara kalangan yang menyatakan Islam tertutupi oleh umat Islam (al-Islâm mahjûbun bil Muslimîn).
Penulis : Dr. Muchlis M Hanafi. Buku Moderasi Islam. Penerbit : PT Lentera Hati
Living Qur’an – Pusat Studi Al-Qur’an
Jl Kertamukti No. 63 Kel Pisangan, Kec Ciputat Timur,
Tangerang Selatan – Banten – Indonesia
+621 – 742 1661 Fax : +621 742 1822 Call Centre: +62 812 1918 0562
www.psq.or.id – www.livingquran.or.id